Sabtu, 14 Mei 2016

KELOMPOK 9 (FIKIH KELAS XII)


MAKALAH
FIKIH KELAS XII
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tela’ah Materi PAI III (MA/SMA)
Dosen pengampu: Drs. Abdurrozaq Assowi
                                                                                          

Disusun Oleh :
      Neneng Luxkita Sari                                       141310003038
Uyun Shofriani Malik                                     141310003082
Eko Edi Suyitno                                             141310003029
Nihayatul Faizah                                             14131000



FAKULTAS TARBIYAH DAN  ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ JEPARA
Alamat: Jln. Taman Siswa No. 09 Pekeng, Tahunan, Jepara, 59427
2016/2017
MAKALAH LENGKAP KLIK 
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Identitas Materi
Buku yang kami telaah adalah “Fikih Madrasah Aliyah Kelas XII” berdasarkan Kurikulum 2008, yang disusun oleh Harjan Syuhada dkk., yang diterbitkan oleh PT Bumi Aksara Jakarta pada Januari 2011.
B.     Penjelasan Materi Kelas XII Semester I
Bab 1 Ketentuan Islam tentang Siyash Syar’iyah
Standar Kompetensi
-          Memahami Ketentuan Islam tentang Siyash Syari’ah.
Kompetensi Dasar
-          Menjelaskan ketentuan Islam tentang pemerintahan (khilafah).
-          Menjelaskan majelis syura dalam Islam.
Tujuan Pembelajaran
-          Untuk dapat menjelaskan ketentuan Islam tentang pemetintah (khalifah).
-          Untuk dapat menjelaskan majelis syura dalam Islam.
Materi Pembelajaran
A.    Ketentuan Islam tentang Pemerintah (Khilafah)
1.      Pengertian dan Tujuan Khilafah
a.       Pengertian Khilafah
Menurut bahasa khilafah berasal dari kata kerja (fi’il) “kholafa-yakhlifu-khilafah” yang artinya datang kemudian. Menurut istilah, khilafah yaitu wakil Allah di bumi yang melaksanakan undang-undang Allah, baik yang menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Istilah lain adalah khulafaurrasyidin (pengganti Rasulullah). Secara politis, khalifah diartikan sebagai tatanan pemerintahan yang diatur menurut syariat Islam.
b.      Tujuan Khilafah
Tujuan khilafah dibagi menjadi 2 yaitu umum dan khusus. Tujuan khilafah secara umum adalah mewujudkan kehidupan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera lahir dan batin, mendapatkan perlindungan dan memperoleh ampunan serta ridla Allah SWT, sebagaimana dalam Q.S. Saba ayat 15. Sedangkan Tujuan khilafah secara khusus yaitu melanjutkan kepimpinan Islam setelah Nabi Muhammad, memelihara keamanan dan ketahanan negara dan agama, menguapayakan jesejahteraan lahir dan batin bagi seluruh lapisan masyarakat, mewujudkan dasar-dasar khilafah yang adil dalam aspek kehidupan umat Islam.
2.      Dasar-Dasar Khilafah
Khilafah dikatakan khilafah Islam apabila didasarkan pada 5 fondasi berikut, Tauhid (Mengesakan Allah) sesuai Q.S. Al-Baqoarah : 163, Persatuan (ukhwah Islamiyah) sesuai Q.S. Ali Imron : 103, Persamaan derajat antarsesama sesuai Q.S. Al- Hujarat : 13, Kedaulatan Rakyat sesuai Q.S. Asy- Syura : 38, Keadilan dan kesejahteraan masyarakat sesuai Q.S. Al- Maidah : 2.
3.      Syarat-Syarat Khalifah
Menguasai hukum Islam dan mengamalkannya, Cerdas, Memiliki akhlaqul karimah, Tegas, bijaksana, merupakan pilihan rakyat.
4.      Cara Pengangkatan dan Baiat Khalifah
a.       Cara pengangkatan khalifah bagi umat Islam dapat melalui 2 cara yaitu pengangkatan secara langsung dan secara tidak langsung (perwakilan).
b.      Dasar pengangkatan khalifah berdasarkan pada landasan berikut yaitu ijma’ sahabat, khalifah sebagai pusat pimpinan umat islam, Allah menjanjikan orang beriman dan beramal sholeh sebagai pemimpin.
c.       Baiat khalifah
Istilah baiat dalam pemilihan khalifah berarti pengangkatan yang diteruskan dengan pengambilan sumpah setia kepada jabatan. Pihak yang membaiat seorang khalifah adalah wakil rakyar atau ahlul halli wal aqdi (MPR).
5.      Hak dan Kewajiban Rakyat
a.       Hak rakyat, yaitu hak hidup dan jaminan keamanan, hak untuk mengemukakan pendapat, hak memperoleh keadilan, hak kebebasan beragama.
b.      Kewajiban rakyat yaitu, taat dan patuh kepada khalifah, cinta tanah air, memelihara persatuan.
B.     Majelis Syura dan Ahlul Halli Wal Aqdi
1.      Majelis Syura
a.       Pengertian Majelis Syura
Secara etimologi, majelis syura berarti tempat untuk bermusyawarah. Menurut terminologi, majelis syura berarti lembaga permusyawaratan atau lembaga yang didirikan dengan tujuan sebagai tempat bermusyawarah para wakil rakyat.
b.      Syarat-Syarat menjadi Anggota Majelis Syura
Harus dipilih oleh rakyat, harus berkepribadian luhur, berilmu pengetahuan tinggi, ikhlas, dinamis, dan kreatif, harus berani dan teguh pendirian, merakyat.
c.       Hak dan Kewajiban Majelis Syura
1.      Hak majelis syura yaitu, mengangkat dan memberhentikan khalifah, melakukan musyawarah bersama khalifah, menetapkan undang-undang, menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), menetapkan garis-garis besar haluan negara (GBHN), menjunjung rakyat.
2.      Kewajiban majelis syura yaitu, membina hubungan yang harmonis antarsesama makhluk, baik manusia dengan manusia, manusia dengan flora maupun fauna maupun hubungan dengan Allah.
d.      Hikmah Majelis Syura
Dapat melaksanankan perintah Allah, dapat menghindarkan perselisihan, dapat melahirkan sikap tanggung jawab, dapat memperoleh keputusan yang terbaik, dapat mengikat persatuan dan keadilan, dapat menjadi arena pendidikan politik yang praktis dan murah, dapat menyadarkan keberadaan manusia. 
2.      Ahlul Halli wal Aqdi
Ahlul Halli wal Aqdi diartikan orang-orang yang mempunyai wewenang melonggar dan mengikat. Istlah tersebut dirumuskan oleh para ahli fiqih sebagai sebutan bagi orang-orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk meyuarakan hati nurani mereka.
a.       Karakteristik Anggota Ahlul Halli wal Aqdi
Sifat yang harus dimiliki oleh anggota ahlul halli wal aqdi ialah jujur dan ikhlas dalam menjalankan tugas, konsekuen, teratur dan selalu berdasar pada prosedur yang benar, bertakwa kepada Allah, berlaku adil, tidak diskriminatif, memiliki ketajaman berfikir dan berwawasan luas, berjuang untuk kepentingan umat, memiliki kesetian yang tinggi terhadap Islam.
b.      Tugas Pokok Ahlul Halli wal Aqdi
Menjalankan tugas keamanan dan pertahanan serta urusan lain yang bertalian dengan kemaslahatan umat, berhak mengeluarkan mosi tidak percaya terhadap kepala negara yang melanggar dan bertentangan dengan perintah agama, berhak membatasi kekuasaan kepala negara melalui pembentukan undang-undang.
Bab 2 Memahami Sumber Hukum Islam
Standar Kompetensi
-          Memahami Sumber Hukum Islam.
Kompetensi Dasar
-          Menjelaskan sumber hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati ulama.
-          Menunjukkan penerapan sumber hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati ulama.
-          Menjelaskan pengertian, fungsi dan kedudukan ijtihad.
Tujuan Pembelajaran
-          Mampu menjelasakan sumber hukum yang disepakati dan tidak disepakati ulama.
-          Mampu menunjukkan penerapan sumber hukum yang disepakati dan tidak disepakati ulama.
-          Mampu menjelasakan pengertian, fungsi dan kedudukan ijtihad.
Materi Pembelajaran
A.    Sumber Hukum yang Disepakati dan Tidak Disepakati Ulama
1.      Pengertian Sumber Hukum
Ialah pijakan manusia dalam melaksanakan segala bentuk tindakan.
2.      Kedudukan AlQur’an sebagai Sumber Hukum
Al-Qur’an menempati kedudukan pertama dari sumber-sumber hukum lain dan merupakan aturan dasar tertinggi. Al-Qur’an diturunkan dengan tujuan untuk mengamalkan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya, sesuai dalam Q.S. An-Nisa’ : 105 dan Q.S. Al-Maidah : 49.
3.      Pedoman Al-Qur’an dalam menetapkan Hukum
a.       Tidak menyulitkan atau memberatkan
b.      Menyedikitkan beban
c.       Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum
4.      Kedudukan Sunah sebagai Sumber Hukum Islam
Kesepakatan para ulama bahwa sunah dapat berdiri sendiri dalam menetapkan hukum. Sunah berfungsi sebagai penjelas ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak atau kurang jelas, serta penentu dari beberapa hukum yang tidak terdapat didalam Al-Qur’an.
5.      Ar Ra’yu sebagai Sumber Hukum Islam Pelengkap
Secara garis besar, ayat-ayat Al-Qur’an dibedakan atas ayat muhkamat (terang) dan ayat-ayat mutasyabihat (ayat yang memerlukan penafsiran lebih lanjut). Ayat-ayat mutasyabihat mengisyaratkan manusia tentang kedudukan akal yang menghasilkan pendapat dan pemikiran.
6.      Kedudukan Sunah terhadap Al-Qur’an
Sunah sebagai dasar hukum Islam kedua setelah Al-Qur’an. Sumber-sumber hukum yang menetapkan sunah menjadi hujah yang kedua yaitu terdapat pada Al-Qur’an (Q.S. ali-Imron : 32, Q.S. An-Nisa’ :80, Q.S. Al-Ahzab : 36), sunah dan ijma’ sahabat.
Fungsi sunah dalam menetapkan hukum yaitu untuk menguatkan hukum, memberi penjelasan (bayan).
7.      Sumber Hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati 4 Ulama Mazhab
Sumber hukum Islam menurut Imam Hanafi yaitu Al-Qur’an, sunah, ijma’, qiyas, istihsan, dan urf.
Sumber hukum Islam menurut Imam Syafi’i yaitu Al-Qur’an, sunah, ijma’ qiyas.
Sumber hukum Islam menurut Imam Malik yaitu Al-Qur’an, sunah rasul yang sah, al-ijma’ ahli madinah, qiyas, istislah.
Sumber hukum Islam menurut Imam Hambali yaitu nas (Al-Qur’an dan hadis mutawatir), fatwa sahabat (ijma’ sahabat), hadis mursal dan hadis daif (hadis hasan), qiyas (di saat darurat).
Menurut Muhammad Syaltut (Ulama Islam Kontemporer dari Mesir), sumber hukum Islam terdiri atas 3 komponen yaitu Al-Qur’an, hadis, ar ra’yu (ijtihad).
B.     Penerapan Sumber Hukum yang disepakati dan yang tidak disepakati Ulama
Beberapa sumber hukum yang tidak disepakati oleh semua ulama dalam penerapannya.
1.      Istihsan yaitu beralih dari suatu hukum pada hukum yang lain (dalam memutuskan masalah itu) karena adanya dalil syarak yang menghendaki demikian.
2.      Masaliul Mursalah yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nasnya atau tidak ada ijma’ terhadapnya dengan berdasarkan pada kemaslahatan semata.
3.      Urf (adat istiadat)
Macam-macam urf terdiri atas urf sahih (benar) dan urf fasid (rusak).
Kedudukan urf, yaitu urf sahih harus dipelihara oleh mujtahid didalam menciptakan hukum maupau hakim memutuskan perkara. Urf fasid tidak harus dipelihara karena menentang dalil atau membatalkan hukuk syarak.
4.      Istishab yaitu menjadikan hukum suatu peristiwa yang telah ada hingga sekarang selama tidak terdapat dalil-dalil hukum baru yang mengubah kedudukan hukum lampau tersebut.
Macam-macam istisbat yaitu istisbat aql dan istisbat syarak.
5.      Syar’u man Qalbana, Sadduz Zara’i, Mazhab Sahabi, dan Dilalatul Iqtiran.
a.       Syar’u man Qalbana yaitu ketentuan hukum Allah yang disyariatkan kepada umat sebelum umat Nabi Muhammad.
b.      Sadduz Zara’i yaitu mencegah sesuatu yang menjadi perantara pada kerusakan.
c.       Mazhab Sahabi yaitu perkataan sahabat berdasarkan yang didengar dari Rasulullah.
d.      Dilalatul Iqtiran yaitu penunujukan lafal terhadap kesajajaran hukum karena ditempatkan secara bergandengan.
C.    Ijtihad
1.      Pengertian Ijtihad yaitupencurahan segenap kemampuan secara maksimal untuk mendapatkan hukum syarak yang amali dari dalil-dalilnya yang tafsili.
2.      Fungsi Ijtihad yaitu memberikan kebebasan berfikir manusia untuk memecahkan beragam persoalan yang dihadapi dengan akal pikiran yang sesuai dengan ketentuan hukum islam, memberikan kebebasan berfikir umat Islam untuk mengkaji hukum islam yang telah lalu sehingga hukum tersebut tetap digunakan untuk masa kini, agar tidak terjadi kemandekan berfikir umat Islam dan menghindari segala bentuk taklid (mengikuti dengan cara apa adanya), untuk memberi kejelasan hukum terhadap persoalan-persoalan yang tidak ada ketentuan hukum sebelumnya.
3.      Kedudukan Ijihad, di antara sumber hukum yang menetapkan ijtihad merupakan sumber hukum adalah Al-Qur’an (Q.S. an-Nisa : 59), sunah, dan secara akal (aqliyah).
4.      Syarat melakukan Ijtihad, yaitu mengetahui bahasa arab dengan baik dari segala segi, mengetahui dengan baik isi kandungan Al-Qur’an, mengetahui dengan baik sunah rasul yang berhubungan dengan hukum, mengetahui masalah-masalah hukum yang telah menjadi ijma’ para ulama sebelumnya, mengetahui ushul fiqh, mengetahui kaidah fiqhiyah, mengetahui maksud-maksud syarak, mempunyai niat suci dan benar.
5.      Tingkatan Mujtahid terdiri atas mujtahid fisy syar’i (orang yang berkemampuan mengijtihadkan seluruh masalah syariat), mujtahid fil masa’il (mujtahid yang mengarahkan ijtihadnya kepada masalah tertentu dari suatu mazhab), mujtahid fil mazhab (mujtahid yang ijtihadnya mengikuti salah seorang iman mazhab), mujtahid muqayyad (mujtahid yang mengikatkan diri dan menganut pendapat-pendapat ulama salaf dengan mengetahui sumber-sumber hukum dan dalalah-dalalahnya.
C.    Penjelasan Materi Kelas XII Semester II
Bab 3: Hukum-hukum syar’i
Standar kompetensi: Memahami hukum-hukum syar’i
Kompetensi dasar:
·         Menjelaskan hukum taklifi dan penerapannya dalam islam
·         Menjelaskan hukum wadh’i dan penerapannya dalan islam
·         Menjelaskan mahkum bihi (fihi)
·         Menjelaskan mahkum ‘alaih
Tujuan pembelajaran:
·         Siswa dapat menjelaskan hukum taklifi dan penerapannya dalam islam
·         Siswa dapat menjelaskan hukum wadh’i dan penerapannya dalam islam
·         Siswa dapat menjelaskan mahkum bihi (fihi)
·         Siswa dapat menjelaskan mahkum ‘alaih
Materi pembelajaran
A.    Hukum taklifi dan penerapannya dalam islam
1.      Pengertian hukum taklifi
Adalah hukum yang menetapkan tuntutan terhadap orang mukalaf untuk melakukan sesuatu, atau tuntutan untuk meninggalkan sesuatu, atau membolehkan memilih antara melakukan atau meninggalka sesuatu.
2.      Pembagian hukum taklifi
Para ahli ushul fikih telah meneliti dan menyelidiki sifat-sifat agama dengan seksama. Mereka telah bersepakat bahwa hukum-hukum agama yang masuk dalam hukum taklifi sebagai berikut:
a.       Ijab atau Fardu (mewajibkan)
1.      Berdasarkan waktu
# Wajib mutlaq
# Wajib muqoyyad
Ada 2 yaitu:
-          Wajib muwassa’
-          Wajib Al Mudayyaq
-          Wajib Adzu Asy Syibhain
2.      Berdasarkan pihak (orang)
-          Wajib Ain
-          Wajib Kifayah
b.      Nadb (menganjurkan untuk dilakukan)
Para ulama ushul fikih membagi mandub (nadb) menjadi tiga, yaitu:
1.      Sunah Al Muakkadah
2.      Sunah Goiru Muakkadah
3.      Sunah Az Zaiadah
4.      Tahrim (mengharamkan)
Hukum menurut ulama’ usul fikih terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Haram lizatih
2.      Haram ligairih
c.       Karahah (membenci)
Ulama’ Hanafiyah berpendapat bahwa makruh terbagi menjadi dua, yaitu:
1.      Makruh tanzih
2.      Makruh tahrim
d.      Ibahah (kebebasan)
B.     Hukum wad’i dan penerapannya dalam islam
1.      Pengertian hukum wad’i
Adalah hukum yang menetapkan sesuatu sebagai sebab, syarat, atau penghalang untuk berlakunya suatu hukum tersebut.
2.      Pembagian hukum wad’i
Hukum wad’i terbagi menjadi tiga, sebagai beriku:
a.       Sebab
b.      Syarat
c.       Mani’ (penghalang)
C.    Mahkum bihi (fihi)
1.      Pengertian mahkum bihi
Yaitu perbuatan orang mukalaf yang berhubungan dengan hukum syarak.
2.      Syarat Mahkum Bihi
Syarat-syarat mahkum bihi adalah sebagai berikut:
a.       Perbuatan hukum itu diketahui dengan jelas orang mukalaf sehingga ia dapat melaksanakannya sesuai dengan yang dituntut.
b.      Perbuatan hukum itu dapat diketahui oleh mukalaf bahwa taklif tersbut berasal dari Allah sehingga dalam mengerjakannya ada kehendak dan rasa taat Allah.
c.       Taklif tersebut
1.      Aspek Materiil Mahkum Bihi
Ulama’ ushul fikih membagi mahkum bihi secara materiil menjadi beberapa bagian sebagai berikut:
a.       Perbuatan yang secara materiil ada tetapi tidak termasuk perbuatan yang berkaitan dengan syarak.
b.      Perbuatan yang secara materiil ada dan menjadi sebab adanya hukum syarak.
c.       Perbuatan yang secara materiil ada dan baru bernilai dalam syarak apabila memenuhi rukun dan syarat yang telah ditentukan.
d.      Perbuatan yang secara materiil ada dan diakui secara syarak serta mengakibatkan adanya hukum syarak yang lain.

D.    Mahkum ‘alaih
Mahkum ‘alaih adalah amal perbuatan mukalaf yang menjadi tempat berlakunya hukum allah.
Kategori pelaksanaan hukum-hukum Allah dibagi menjagi tiga, yaitu:
1.      Orang yang tidak mempunyai kemampuan berbuat.
2.      Orang yang mempunyai kemampuan berbuat yang belum sempurna.
3.      Orang yang mempunyai kemampuat berbuat secara sempurna.
Seorang mukalaf bisa dikenai taklif apabila telah memenuhi persyaratan berikut:
1.      Kemampuan memahami tuntutan syarak yang terkandung dalam Al-qur’an dan sunah.
2.      Seseorang harus mampu bertindak hukum yang secara usul fikih disebut ahliyah.
Dalam usul fikih ahliyah dibagi menjadi dua, yaitu:
a.       Ahliyah Al Ada’
b.      Ahliyah Al Wujub
BAB 4: Memahami kaidah-kaidah Ushul Fikih
Standar kompetensi: Memahami kaidah-kaidah ushul fikih
Kompetensi dasar:
·         -macam kaidah Ushul Fikih
·         Menerapkan macam-macam kaidah Ushul Fikih
Tujuan pembelajaran:
·         Siswa dapat menjelaskan macam-macam kaidah ushul fikih
·         Siswa dapat menerapkan macam-macam kaidah ushul fikih
A.    Macam-macam kaidah Ushul Fikih
1.      Istihsan
a.       Menjelaskan macam Pengertian istihsan
Menurut etimologi berarti menganggap baik terhadap sesuatu. Menurut terminologi ahli ushul fikih, istihsan ialah meninggalkan kias jali (jelas) untuk berpindah kepada kias khofi (samar –samar),atau dari hukum kuli (umum) kepada hukum jusi / istisnahi (pengecualian) karena ada dalil yang membenarkan perpindahan itu
b.      Kehujaan ishtisan
Para ulama berpendapat tentang :
1.      Golongan syafiiyah menolak berhuja dengan ikhtisan
2.      Golongan hanafiah dan malikiah memperbolehkan ihtisan dengan pertimbangan

2.      Istishab
a.       Pengertian istishab
Menurut etimologi artinya pengakuan terhadap hubungan pernikahan.menurut terminologi ulama usul fikih, istiskhab ialah menetapkan suatu hukum berdasarkan status / keadaan hukum yang berlaku sebelumnya sehingga ada dalil yang mengubah keadaa tersebut.
b.      Kehujaan Istishab
Istiskhab memiliki berbagai huja berdasarkan pedoman pada kaidah-kaidah berikut :
1.      Asal sesuatu itu tetap sebagaimana adanya .
2.      Asal hukum sesuatu adalah boleh / mubah
3.      Apa yang tumbuh dengan yakin tidak hilang karena adanya keragu -  ragu.

3.      Masalihul Mursalah
Menurut etimologi berarti kemaslahatan yang yang terlepas. Menurut terminologi adalah penetapan sebuah hukum berdasarkan pada kemaslahatan dan menolak kemudharatan darinya.
Syarat-syarat masalihul mursalah sebagai berikut:
1.      Masalihul mursalah hanya berlaku utuk masalah muamalah dan adat kebiasaan bukan pada bidang ibadah.
2.      Maslahat harus jelas dan pasti serta tidak boleh berdasarkan prasangka.
3.      Hukum yang ditetapkan berdasarkan maslahat tersebut tidak bertentangan dengan syari’at yang ditetapkan oleh nas atau ijmak.
4.      ‘Urf
Menurut etimologi berarti baik, sedangkan menurut terminologi ialah sesuatu yang terjadi secara berulang-ulang dan sudah diketahui serta di jalankan masyarakat.
Macam-macam ‘urf:
1.      ‘Urf sahih
2.      ‘Urf fasid
5.      Syar’u Man Qoblana
6.      Syadduz Zari’ah
7.      Mazhab sahabi
8.      Dalalatul iqtiran
B.     Menerapkan macam-macam kaidah ushul fikih
1.      Hukum pokok perintah menunjukkan wajib
2.      Hukum pokok perintah tidak memerlukan pengulangan
3.      Hukum pokok pencengahan adalah haram
4.      Petunjuk Nas didahulukan dari pada petunjuk Zahir
5.      Adanya kaidah-kaidah hukum islam
a.       Pengertian Amr
Amr menurut etimnologi berarti perintah, sedangkan menurut terminologi Amr adalah perkataan memintah keja dari yang lebih tinggi tingkatannya kepada yang lebih rendah tingkatannya.
Bentuk-bentuk Amr
1.      Fi’il Amar
2.      Fi’il modhori’
3.      Ism fi’il amar
4.      Isim masdar
5.      Kalimat berita (kalam khabar)
6.      Kata lain yang sama artinya dengan farada, kutiba, amara
b.      Pengertian Nahi
Menurut etimologi berarti mencegah atau melarang, sedangkan menurut terminologi Nahi adalah tuntutan untuk meninggalkan sesuatu dari orang lebih tinggi derajatnya kepada yang lebih rendah tingkatannya.
Bentuk-bentuk Nahi:
1.      Fi’il mudhori’ yang disertai dengan la nahi
2.      Lafal-lafal yang memberikan pengertian haram atau perintah meninggalkan perbuatan.
Ø  Pendekatan & Metode Pembelajaran Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV
Metode yang digunakan adalah metode ceramah, metode diskusi, metode penugasan.
Ø  Strategi Pelaksanaan Pembelajaran
1.      Pendahuluan
-          Menyampaikan salam pembuka yang ramah dan menanyakan keadaan kesehatan, dan keinginannya.
-          Menyampaikan tujuan pembelajaran yang merupakan kompetensi yang harus dikuasai siswa hari ini.
2.      Menggali pengetahuan awal kemampuan siswa tentang materi,
3.      Kegiatan inti
4.      Penutup
-          Guru menyimpulkan poin-poin pelajaran yang dibahas.
-          Memberikan tugas latihan soala agar siswa menguasai.
-          Memberi salam penutup.
Ø  Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi hasil belajar yang diterapkan pada materi fikih Madrasah Aliyah kelas XII kurikulim 2008 adalah dengan  merefleksi siswa tentang materi yang telah diajarkan, ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, kemudian  guru juga memberi penugasan tes tertulis melalui tugas yang bertujuan mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari, dan juga uji kompetensi dan evaluasi semester, bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa pada setiap bab dan semester.
Ø  Sumber dan Referensi Pembelajaran
Refrensi yang digunakan oleh guru adalah buku paket dan buku yang berkaitan.
Ø  Waktu Pelaksanaan Pembelajaran
Waktu pembelajaran adalah 90 menit yaitu  satu setengah jam, 15 menit untuk pendahuluan, 50 menit untuk kegiatan inti, dan 15 menit untuk penutup.
Ø  Media Pembelajaran
Media yang digunakan adalah slide dan papan tulis.
























BAB III
ANALISIS
A.    Analisis
1.      Profil dan isi buku
Judul buku yang kami telaah adalah “FIKIH untuk Madrasah Aliyah kelas XII” yang disusun oleh Harjan Suyuhada dkk. Diterbitkan oleh BUMI AKSARA. Pada tahun 2011.
Menurut kami judul buku tersebut sudah sesuai dengan program untuk dijadikan sebuah judul buku pada tingkat Madrasah Aliyah, dimana judul tersebut mempunyai maksud agar siswa Madrasah Aliyah bisa menerapkan pada kehidupan sehari-hari.
2.      Kesesuaian urutan materi
Materi yang dijelaskan dalam buku ini menurut kami masih kurang sesuai dengan urutan materi yang dijabarkan, yaitu dalam buku bab I tentang ketentuan Islam tentang Siyasah Syar’iyah, bab II tentang memahami sumber hukum Islam, bab III tentang memahami hukum-hukum syar’i, bab IV tentang memahami kaidah-kaidah ushul fikih. Seharusnya bab II sampai bab IV didahulukan kemudian baru bab I.
3.      Kesesuaian dengan SK/KD
Dari SK/KD diatas kami menganalisa bahwa SK/KD yang ditentukan pemerintah sudah baik, karena pemerintah menganggap bahwa siswa kelas XII sudah mampu menerima pelajaran yang ditentukan.
4.      Kesesuaian kebutuhan peserta didik
Sebelum kami membahas tentang kesesuaian kebutuhan peserta didik, kami akan menyebutkan beberapa kebutuhan peserta didik, antara lain:
1.      Kebutuhan jasmani
2.      Kebutuhan akan kasih sayang
3.      Kebutuhan akan rasa bebas
4.      Kebutuhan akan agama
Dari beberapa kebutuhan diatas dalam metode pembelajaran yang dilakukan oleh kebanyakan guru, pembelajaran fikih salah satunya sudah terpenuhi  dari beberapa kebutuhan-kebutuhan para peserta didik diatas.
5.      Ketetapan materi
Dalam materi pembelajaran ini sudah tepat diterapkan pada siswa madrasah aliyah kelas XII karena materi ini mengajarkan tentang hukum-hukum islam, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat.
6.      Kualitas evaluasi hasil belajar
Dalam evaluasi materi fikih sudah baik, karena setiap selesai pembelajaran peserta didik diberi tugas, tugas ini berisi sarana untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari. Kemudian siswa juga diberikan sebuah refleksi yang berisi penilaian tentang materi. Dan juga siswa diberikan uji kompetensi dan evaluasi semester yang berisi soal-soal untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa pada setiap bab dan semester.
7.      Kesesuaian metodologi
Dalam buku yang kami tela’ah ada panduan metode pembelajaran fikih Madrasah Aliyah kelas XII yaitu metode diskusi. Metode ini merupakan ruang berfikir dan kreatifitas siswa dalam mengungkapkan pendapat terhadap suatu permasalahan yang berkaitan dengan topik atau materi yang sedang dibahas. Metode ini sangat baik sekali jika diterapkan dalam pembelajaran fikih kelas XII, namun kebanyakan guru dalam pembelajaran Fikih kelas XII di sekolah-sekolah masih menggunakan metode ceramah, padahal pemerintah sudah mengarahkan metode yang baik pencapaian pembelajaran.
B.     Analisis SWOT
1.      Strength (kelebihan)
Didalam buku paket fiqih madrasah Aliyah kelas XII berdasarkan kurikulum 2008, terdapat petunjuk tentang metode pembelajaran sehingga guru akan mudah dalam menerapkan pembelajaran didalam kelas.
2.      Weakness (kelemahan)
Didalam buku paket fiqih madrasah Aliyah kelas XII berdasarkan kurikulum 2008, tidak ada SK KD nya sehingga guru yang akan mengajarkan materi akan sedikit kesulitan karena guru harus mencari sendiri SK KD nya. Didalam buku hanya dicantumkan tujuan pembelajaran dan  peta konsepnya saja yang menggambarkan garis besar materi pembelajaran.

3.      Opportunities (peluang)
Didalam metode pembelajaran yang dijelaskan dalam buku paket  yaitu metode diskusi, metode ini sangat baik diterapkan didalam kelas, sehingga akan menciptakan peluang yang besar untuk peserta didik, yaitu peserta didik akan lebih memahami materi, sehingga guru tidak mengalami kesulitan dalam menyampaikan materi.
4.      Treat (ancaman)
Materi dalam buku paket terlalu banyak , sehingga kemungkinan besar peserta didik  akan mengalami kebingungan dalam menerima pelajaran, dan peserta didik belum tentu dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.


MAKALAH LENGKAP KLIK BAWAH

Tidak ada komentar:

Posting Komentar